Terperangkap Buku Mimpi

Sani Larasati

Buku mimpi, seperti yang sering kita dengar, adalah dunia penuh harapan dan aspirasi, sebuah alam tempat segala kemungkinan terbuka. Namun, bagi sebagian orang, buku ini bisa menjadi jebakan yang membelenggu. Mereka terperangkap dalam halaman-halaman harapan yang tak kunjung terwujud. Terkadang, mimpi yang begitu indah justru menjadi beban, karena semakin lama membacanya, semakin terasa jauh dari kenyataan. Kita seringkali terjebak dalam harapan besar, berharap buku mimpi kita segera berakhir dengan akhir yang manis, padahal kita lupa bahwa tidak semua cerita bisa berjalan sesuai plot yang kita inginkan.

Kehidupan sering kali tidak berjalan sesuai dengan apa yang tertulis dalam buku mimpi kita. Dalam proses mengejar mimpi, kita menemui rintangan, kegagalan, dan keputusan-keputusan yang memaksa kita untuk mengubah arah. Terperangkap dalam buku mimpi berarti kita terus membayangkan kehidupan ideal yang kita impikan, tetapi tidak berani mengambil langkah untuk mengubah cerita tersebut menjadi kenyataan. Ketika kita terlalu fokus pada harapan yang tak pernah tercapai, kita mungkin melewatkan kesempatan untuk membuat perubahan nyata dalam hidup.

Ironisnya, meskipun terperangkap dalam impian, kita seringkali lupa bahwa buku hidup kita ditulis oleh tangan kita sendiri. Setiap pilihan, keputusan, dan tindakan sehari-hari berkontribusi pada cerita yang sedang kita jalani. Namun, terlalu sering kita menyerah pada konsep tentang ‘bagaimana seharusnya kehidupan kita’—sebuah cerita yang sering kali dibentuk oleh ekspektasi orang lain atau standar yang diciptakan oleh masyarakat. Kita terperangkap dalam harapan yang tidak realistis, yang seharusnya menjadi bahan bakar semangat malah berubah menjadi beban mental.

Untuk keluar dari jebakan buku mimpi ini, kita perlu belajar melepaskan diri dari bayangan ideal yang kita buat. Mimpi bukanlah tentang kesempurnaan, tetapi tentang perjalanan dan pertumbuhan. Terperangkap dalam impian bisa menjadi hal yang merugikan jika kita tidak belajar untuk menerima kenyataan dan menghargai proses. Terkadang, jalan yang kita pilih tidak akan mengarah ke akhir yang sempurna, tapi itu tidak mengurangi nilai perjalanan itu sendiri. Jadi, mungkin inilah saatnya untuk menulis ulang buku mimpi kita—dengan lebih banyak kebebasan, lebih banyak keberanian, dan lebih banyak penerimaan terhadap kenyataan hidup.