Pergantian pelatih di Tim Nasional (Timnas) Garuda sering kali menjadi polemik yang tak kunjung usai. Setiap kali hasil pertandingan tidak memenuhi ekspektasi, pelatih kerap dijadikan kambing hitam dan harus angkat kaki. Tradisi ini memunculkan pertanyaan mendalam tentang strategi jangka panjang dan arah pembangunan sepak bola nasional. Mengganti pelatih secara berulang tanpa evaluasi yang menyeluruh hanya akan menambah lingkaran masalah tanpa menyelesaikan akar persoalan.
Salah satu penyebab utama sengkarut ini adalah ekspektasi tinggi yang kurang realistis dari berbagai pihak, mulai dari federasi, media, hingga suporter. Ketika sebuah tim kalah, tekanan langsung diarahkan kepada pelatih, tanpa mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti kualitas pemain, infrastruktur, atau sistem pembinaan usia muda. Kondisi ini semakin diperburuk oleh ketidakjelasan visi jangka panjang federasi yang seharusnya menjadi pondasi dalam memilih pelatih dengan filosofi permainan yang sesuai.
Selain itu, pergantian pelatih yang sering terjadi mengakibatkan tidak adanya kesinambungan dalam pengembangan tim. Setiap pelatih datang dengan gaya permainan dan pendekatan yang berbeda, sehingga para pemain harus terus beradaptasi, sering kali tanpa waktu yang cukup. Hal ini menghambat terciptanya kekompakan tim yang dibutuhkan untuk berkompetisi di level internasional. Padahal, kestabilan dan konsistensi adalah kunci dalam membangun tim yang solid dan kompetitif.
Untuk keluar dari sengkarut ini, federasi play228 perlu fokus pada pembangunan sepak bola nasional yang berkelanjutan. Pemilihan pelatih harus didasarkan pada kebutuhan jangka panjang, bukan hanya untuk memuaskan ekspektasi sesaat. Suporter dan media juga perlu memberikan ruang dan waktu bagi pelatih untuk bekerja tanpa tekanan berlebihan. Dengan pendekatan yang lebih strategis dan terencana, Timnas Garuda bisa keluar dari lingkaran pergantian pelatih yang tidak produktif dan mulai melangkah menuju prestasi yang lebih gemilang.